Penyelesaian Isu Kashmir dapat Berkaca dari Indonesia

Facebook
Twitter
WhatsApp

Dosen Magister Ilmu Politik FISIP UMJ Sri Yunanto Ph.D. dalam seminar internasional hari Senin (24/10) mengatakan, Indonesia telah memiliki sejumlah cara dalam menangani masalah dalam negeri terkait pemisahan diri sekelompok orang. Pengalaman Indonesia ini dapat menjadi cermin dalam penyelesaian di negara lain seperti India di Jammu-Kashmir.

Dalam Seminar Internasional dengan topik 75 years of SufferingsThe Masterminds of Kashmir Carnage yang diselengaran Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) Indonesia, Yunanto menjelaskan Indonesia menghadapi gerakan pemisahan diri di sejumlah wilayah. Gerakan Aceh Merdeka menghendaki merdeka dan pemisahan dari Indonesia. Namun dengan adanya tsunami, momentum ini dijadikan gerakan perdamaian sehingga tidak ada lagi upaya pemisahan melalui jalan bersenjata.

Sementara itu dalam menghadapi upaya pemisahan dari Gerakan Papua Merdeka, Indonesia bersikap tegas dengan menolak gerakan bersenjata  mereka dan tindakan meneror rakyat di Papua. Alasannya antara lain Papua telah melakukan referendum yang diselenggarakan PBB dan memutuskan tetap berada di NKRI.

Pengalaman Indonesia lainnya adalah ketika Presiden BJ Habibie mengadakan referendum di Timor Timur untuk menentukan apakah tetap Bersatu dengan Indonesia atau memisahkan diri menjadi negara merdeka. Referendum yang diawasi PBB tahun 1999 itu memutuskan  rakyat Timor Timur menginginkan merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia. Meskipun menyakitkan dari sisi Indonesia namun hasil referendum dihormati.

Sri Yunanto menambahkan bahwa adanya masalah Jammu dan Kashmir ini adalah warisan dari Inggris seperti halnya konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel. Selain itu pernah juga konflik terjadi antara Pakistan dan Bangladesh yang sama-sama dulunya adalah jajahan Inggris yang telah ditinggalkan.


Faktor Pakistan

Seminar Internasional ini dihadiri panelis dari India yakni Letnan Jenderal (Purn) Syed Ata Hasnain yang merupakan perwira tinggi yang pernah menjadi  General Officer Commanding of the Indian Army. Utpal Kaul dari International Coordinator of Global Kashmiri Pandit Diaspora dan Dr. Anil Taploo, putra tokoh Jammu Kashmir Amar Shaheed Pandit Tikalal. Sedangkan dari Indonesia yakni Dosen Universitas Paramadina Dr. Ahmad Qisa’i dan mantan wartawan Jakarta Post Veeramalla Anjaiah. Seminar Internasional dipimpin moderator Dr. Asep Setiawan, Kepala Program Magister Ilmu Politik, Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam seminar yang berlangsung secara virtual ini Syed Ata Hasnain menceritakan pengalaman bagaimana pada tahun 1947 dimana Maharaja Hari Singh salah seorang penguasa di Jammu dan Kashmir meminta bantuan India untuk mencegah situasi yang memburuk di wilayah itu. Dengan langkah itu Maharaja memutuskan untuk berada di pihak India.

Sementara itu Utpal Kaul dan Anil Taploo menjelaskan pengalaman tahun 1947 dimana adanya intervensi negara tetangga India dalam kasus Jammu dan Kashmir. Akibat adanya keterlibatan negara tetangga India maka situasi menjadi berat bagi masyarakat di wilayah ini. Mantan wartawan Jakarta Post Veeramalah menyimpulkan bahwa kekacauan di Jammu dan Kashmir adalah akibat keterlibatan Pakistan. Sementara itu Dr Ahmad Qisa’i berpendapat dengan melalui pendekaan agen dan struktur banyak masalah di Kawasan Jammu dan Kashmir ini yang perlu diselesaikan. Upaya saat ini dengan mengendalikan Jammu dan Kashmir langsung oleh pemerintah New Delhi merupakan pilihan kebijakan yang masih dapat dikembangkan lagi untuk lebih baik dalam menciptakan perdamaian di Jammu-Kashmir. Namun demikian Ahmad Qisa’i mencatat bahwa angka kekerasan di Jammu dan Kashmir belakangan ini telah menurun sejak di bawah pemerintahan New Delhi bukan lagi otonomi. (AS/FISIP)

Sumber : https://umj.ac.id/kabar-kampus/2022/10/penyelesaian-isu-kashmir-dapat-berkaca-dari-indonesia/