Kategori
Berita Kampus

UMJ angkat tema aktual dalam menyambut Muktamar-Aisyah ke 48

Oleh : Muhamad Sulaiman

Universitas Muhammadiyah Jakarta menyelenggarakan Seminar dalam menyambut Muktamar Muhammadiyah-Aisyah ke 48 di Aula FEB (16/22). Agenda ini merupakan kegiatan rangkaian, UMJ merupakan kampus ketiga belas, dimana pelaksanaan Seminar Pra Muktamar telah dilaksakan oleh PTM yang lain. Seminar pra Muktamar ini dilaksanakan dua sesi, yang fokus bahasannya spesifik mengangkat isu tentang “Rekonstruksi Sistem Kenegaraan Indonesia” dengan menghadirkan Pembicara berlatar belakang Akademisi, Praktisi, bahkan Politisi.

Acara diawali oleh sambutan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Mamun Murod Al-Barsy, M.Si mengatakan bahwa tema yang diangkat sesuai dengan konteks politik kekinian, merekontruksi adalah instrumen untuk merefresh kondisi politik kebangsaan saat ini yang dinilai telah gagal membawa perubahan terhadap kondisi masyarakat. Sambutan Rektor UMJ diakhiri dengan untaian harapan, hasil Seminar ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk karya tulis berupa Buku.

Acara Seminar kemudian dibuka oleh Sekum PP Muhamadyah Prof. Abdul Mu’ti, M.Ed. Dalam sambutanya beliau sedikit mengguyon kepada Rektor UMJ yang mana Pak Rektor menginginkan Seminar ini dilaksanakan pada akhir maret nanti, namun beliau mengingatkan kepada Pak Rektor bahwa kalau akhir bulan isunya sudah tidak aktual Pak Rektor “Masyarakat disibukan dengan pemberitaan Ramadhan, salah satunya beda penetapan 1 Ramadhan antara PP Muhammadiyah dan Pemerintah” celotehan tersebut disambut hangat oleh peserta Seminar di Aula FEB. Beliau menjelaskan peran, posisi dan kedudukan Muhammadiyah dalam menyoroti situasi Kebangsaan, hasil Sidang Tanwir di Samarinda yang menghasilkan gagasan Indonesia berkemajuan, gejala distorsi, deviasi dan stagnansi perlu diuraikan oleh karena itu Seminar Pra Muktamar ini diharapkan akan mendapatkan gagasan atau usulan konstruktif pada Program Muhammadiyah dan Aisyiyah kedepan.

Kemudian agenda dilanjutkan dengan sesi penyampaian Keynote Speech oleh Mantan Hakim MK 2003-2008 dan anggota DPD 2019-2024 Prof. Jimly Ash-Shiddique, cukup banyak perspektif yang disoroti oleh Prof Jimly yaitu terjadinya Distrupsi teknologi disegala bidang, gaya kepemimpinan era kini, ekonomi, dan Demokrasi. Beliau mengaitkan Muktamar dengan situasi Pandemi, Menurutya Muktamar merupakan momentum atau sarana evaluasi serta mengkoreksi sistem ketatanegaraan dan politik saat ini. Beliau juga menambahkan bahwa Kepemimpinan yang diperlukan dalam kondisi saat ini bukan hanya cukup retorik atau pemberi wacana namun dapat menghasilkan dan menjalankan putusan termasuk putusan pelaksanaan Pemilu yang sebelumnya telah ditetapkan oleh KPU harus dilaksanakan, Bernegara menurutnya kegiatan pengambilan keputusan bukan hanya pemberi wacana. Wacana yang cukup menarik lainnya adalah pengusulan dibuatnya undang-undang konflik kepentingan agar posisi antara politisi dengan pengusaha jelas tidak buram atau abu-abu. Diakhir beliau menyebutkan bahwa kepemimpinan negara modern tidak mengandalkan sosok atau figure namun penguatan sistem yang baik akan menghasilkan kepemimpinan yang ideal.

Acara inti kemudian dipandu oleh Moderator yaitu Dr. Lusi Andriyani, M.Si. Seminar diawali oleh pemaparan kritis Titi Anggraini yang membawakan tema “Konstitusi dan Problematika Sistem Pemerintah Presidensial”. Awalan membahas mengenai Demokrasi Indonesia yang menurutnya skor Demokrasi Indonesia dalam The Economics naik namun faktor gap kesenjangan demokrasi dan gender seperti menemukan kontradiksi. Titi menuturkan ada dua poin penting, pertama Putusan MK yang memutuskan bahwa UU Omnibus LAW inkonstitusional dan adanya akomodir kepentingan yang dominan mengakibatkan stabilisasi politik untuk menjawab kenaikan indeks tersebut menjadi kontradiktif. Sorotan penundaan Pemilu menurutnya juga tidak berdasar dan jelas bertentangan dengan beberapa prinsipil negara dengan sistem presidensil. Kemudian beliau menyampaikan otokritik terhadap pelaksanaan keserentakan pemilu 2024 yang dianggap tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengkoreksi partai politik.

Dr.Endang Sulastri, M.Si menyambung agenda diskusi dengan fokus membahas “Menata ulang Lembaga tambahan” menurutnya Penataan ulang menjadi satu konsern yang cukup krusial terutama dalam kaitannya dengan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan atau fungsi kelembagaan tersebut. Kelembagaan yang efektif dan efisen akan berimplikasi baik dan dapat berlaku sebaliknya. Lembaga tambahan yang ada pada saat ini hanya sekedar ada namun secara fungsi belum cukup memadai, oleh karena itu usul beliau Lembaga tambahan perlu juga mempunyai ayung hukum dibawah langsung dari undang-undang agar tidak lepas dari konstitusi dan lebih jelas.

Disambung Prof. Syarif Hidayat yang membawakan materi “Menata Ulang Desain Otonomi Daerah: Kewenangan Kesejahteraan, dan Good Governance” diawal pemaparan beliau mengkaitkan silang kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengatasi pandemic covid berimplikasi ditengah masyarakat, mengambil contoh pembagian bansos dan kebijakan PSBB sangat merugikan masyarakat dalam banyak dimensi. Juga, beliau menyoroti beda tafsiran mengenai Desentralisasi antara Pusat dan Daerah yang mana Pusat menganggap bahwa pelaksanaan Desentralisasi di Daerah “Kebablasan” sebaliknya Pemerintah Daerah menganggap bahwa Pemerintah Pusat “Setengah hati” atas dasar itu penegasan terhadap posisi dan kedudukan Desentralisasi perlu dilakukan. Disamping itu, menurutnya pelaksanaan Desentralisasi harus dilaksanakan secara asimetris agar asas proporsional dalam menjangkau suatu daerah tertentu dapat tercapai.

Akhir penyampaian diisi oleh Dr.Phil. Ridho Al-Hamdi, MA. mengangkat pembahasan mengenai penggunaan sistem pemilu, antara sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup menurutnya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kemudian bila dikaitkan dengan praktik politik uang, maka sistem proporsional terbuka lebih dahsyat karena penyebarannya bukan hanya dikalangan elit saja namun melibatkan masyarakat secara langsung sebaliknya kalau proporsional tertutup edaran politik uang hanya berputar dalam lingkaran elit kekuasaan partai politik. Sistem proporsional terbuka jauh lebih relevan bila dibandingkan tertutup karena adanya pelibatan atau partisipasi masyarakat yang cukup tinggi. Penyederhanaan surat suara menjadi usulnya di akhir dalam menghadapi keserentakan pemilu yang ada.

Kategori
Berita Kampus

WEBINAR World Social Work Day “Bersama Membangun Eko-Sosial Baru: Tidak Meninggalkan Seorangpun”

Civitas Akademika Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP – UMJ

Merayakan Hari Pekerjaan Sosial Sedunia Tahun 2022

Jakarta, 15 Maret 2022. Dalam rangka merayakan hari pekerjaan sosial sedunia (World Social Work Day) 2022, Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta menyelenggarakan kegiatan seminar yang laksanakan secara daring dengan tema “Bersama Membangun Eko-Sosial Baru: Tidak Meninggalkan Seorangpun”. Dengan menghadirkan Prof. Adi Fahrudin, PhD & Makmur Sunusi PhD, dua narasumber bekelas dunia yang juga tenaga pengajar pada program studi ilmu kesejahteraan sosial FISIP UMJ.

Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Jakarta, Muhammad Sahrul, M.Si menyampaikan bahwa merayakan hari pekerjaan sosial sedunia menjadi momentum yang cukup baik dalam rangka memasyarakatkan profesi pekerjaan sosial terutama di Indonesia, dan ini menjadi tugas bersama kita semua termasuk institusi pendidikan dibidang kesejahteraan sosial / pekerjaan sosial.

Sedangkan Dekan FISIP UMJ, Dr. Evi Satispi, M.Si, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi penyelenggraan seminar yang dilaksanakana oleh program studi ilmu kesejahteraan sosial dan ini menjadi salah satu ikhtiar dalam melakukan akselerasi kerja – kerja pengembangan program studi agar tetap menjaga kualitas serta capaian yang ada saat ini.  

Perayaan hari pekerjaan sosial sedunia yang mengangkat tema “Bersama Membangun Eko-Sosial Baru: Tidak Meninggalkan Seorangpun”, dan menjadi tema global pada momentum perayaan tahun 2022 sebagai visi atas rencana aksi untuk menciptakan nilai, kebijakan, dan praktik global baru yang mengembangkan kepercayaan, keamanan, dan keyakinan serta keberlanjutan bagi semua orang. Hal demikian agar hari pekerjaan sosial sedunia 2022 ini akan menjadi kesempatan utama bagi profesi pekerjaan sosial untuk melibatkan semua jaringan pekerjaan sosial dan komunitas tempat mereka bekerja untuk memberikan kontribusi pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memungkinkan semua orang dihormati martabatnya melalui masa depan bersama.

Dalam pemaparannya Prof. Adi Fahrudin, PhD menekankan bahwa sebagai pekerja sosial, saat ini harus membangun tekad dan kesadaran agar tidak boleh ada lagi diskriminasi, orang-orang yang terpinggirkan, maupun yang jauh tersisihkan pasca pandemi ini, hal ini harus dijadikan sebagai The New Social Agreements. Selanjutnya Makmur Sunusi, PhD menyampaikan bahwa menjadi seorang seorang pekerja sosial kelas dunia harus mau terlibat aktif dalam kancah organisasi pekerja sosial internasional, agar mampu melakukan paralel thinking yang berfokus misalnya pada development mental welfare, right base oriented, community based, sehingga kelak bisa terwujud pembangunan sosial yang mengiringi pembangunan ekonomi di Indonesia.

Pada bagian akhir seminar kedua narasumber menyampaikan, semoga hari puncak dari perayaan bulan pekerjaan sosial sedunia ini bisa menjadi ajang instrospeksi untuk seluruh pekerja sosial di Indonesia agar menjadi pekerja sosial yang mendunia, karena seorang pekerja sosial kelas dunia mampu mengubah dunia yang kita tinggali saat ini menjadi dunia yang jauh lebih baik untuk semua orang pada masa yang akan datang.

 

Berita lainnya: https://suaramuhammadiyah.id/2022/03/16/fisip-umj-rayakan-hari-pekerjaan-sosial-sedunia/