Magister Ilmu Politik FISIP UMJ menyelenggarakan webinar dengan tema “Menakar Kesiapan Pemilu Serentak Tahun 2024 Dilihat dari Persepsi Penyelenggara Pemilu dan Partai Politik” pada Kamis (20/01/2022) siang tadi dengan menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Ketua KPU RI Ilham Saputra,S.IP., Ketua Komisi II DPR RI Dr. H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Anggota Bawaslu Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., dan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) Titi Anggraini, S.H., M.H.
“Kita berharap DPR RI mampu menghasilkan KPU dan BAWASLU yang punya kredibiltas dan integritas,” demikian Joni Gunanto, Wakil Dekan II FISIP UMJ saat memberikan sambutan. Menurutnya, pada pemilu serentak 2024 yang akan menjadi persoalan adalah konsentrasi pemilih lebih banyak ke pemilihan presiden. “Padahal Pileg juga menjadi penting,lanjutnya lagi. Baginya, hal ini menjadi tantangan penyelenggara agar semua pemilu dan pemilihan diposisikan sama pentingnya.
“Tidak kalah penting adalah kesiapan partai politik agar melaksanakan rekrutmen politik pada kader-kadernya. Supaya menghasilkan calon-calon yang memang layak dipilih untuk memimpin tingkat nasional maupun kabupaten/ kota,” pungkasnya.
Sedangkan Kaprodi Magister Ilmu Politik FISIP Dr. Asep Setiawan, M.Si. menyampaikan bahwa webinar ini merupakan bagian dari program studi baru yakni Magister Ilmu Politik. Prodi ini hendak menyoroti isu politik, dalam studi ini ada kekhususan yang mendalami kepemiluan dan partai politik.
Ia menilai jika integritas penyelenggara pemilu itu harga mati, tidak dapat ditawar-tawar lagi dan aspek lain yang sama pentingnya adalah penyelenggara pemilu perlu memiliki kompetensi, harus independen, dan memiliki karakter kepemimpinan.
Sebagai pembicara kunci pertama, Ketua KPU RI Ilham Saputra, S.IP. menjelaskan bagaimana pemilu 2024 bersifat serentak memerlukan kesiapan penyelenggara pemilu yang komprehensif karena akan mempunyai beban yang begitu berat. Apalagi sampai saat ini tahapan pemilu belum ditetapkan.
“Setiap pemilu punya bebannya masing-masing, memiliki situasi politiknya sendiri-sendiri. Tahun 2024 tantangannya berbeda,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa para penyelenggara pemilu 2024 nanti, saat ini, harus dilihat sebagai calon-calon yang independen dan memiliki integritas, memiliki pemahaman pemilu yang baik. “Saya melihat bagaimana lobi-lobi dilakukan saat ini berbeda dengan sebelumnya. Jangan sampai lobi-lobi ini memunculkan konsekuensi-konsekuensi atau konsensus-konsensus yang melemahkan KPU,” pesannya.
“Jangan sampai kemandirian KPU terganggu oleh dinamika politik dan tergantung dengan bagaimana mekanisme fit and proper. Saya harap jangan mengorbankan penyelenggara pemilu yang independen dan profesional yang diatur oleh konstitusi,” katanya lagi.
Ia berharap agar anggota KPU memiliki kemampuan leadership agar ketika ada masalah tidak lari dari masalah tersebut. Ilham menggarisbawahi jika persiapan-persiapan ini ditujukan agar kepercayaan masyarakat pada penyelenggara pemilu semakin baik.
Sedangkan dalam perspektif Ratna Dewi Pettalolo, Anggota Bawaslu RI, ada beberapa problem mendasar yang seharusnya dilakukan evaluasi dan revisi. Problem mendasar itu antara lain karena beberapa hal terkait kondisi kepemiluan di Indonesia dimana partai politik masih elitis sehingga tidak mewakili suara akar rumput dan ada kecenderungan membawa kepentingan elit politik. “Kompetisi cenderung pada ketokohan bukan politik gagasan,” jelasnya. Ia juga meyoroti politik transaksional yang dalam beberapa kasus menjadi money politics, hal tersebut, katanya, bersumber dari segala sesuatu ditentukan oleh ketersediaan finansial.
Di sisi lain Dewi mengungkapkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu (KPU-Bawaslu-DKPP) semakin mandiri dan transparan. Bawaslu, sebagai lembaga pengawas semakin diperkuat secara kelembagaan dan wewenang. Juga ditopang oleh perkembangan teknologi yang memudahkan kerja penyelenggaraan meski di sisi lain ada masalah keamanan siber dan jaringan yang tidak merata.
Ia menegaskan jika masalah pemilu serentak 2024 terkait belum ditetapkannya jadwal pemungutan suara akan berdampak pada minimnya waktu persiapan penyelenggara. “Jika belum ditetapkan pada bulan Mei 2024 dan pemilu dilaksanakan pada November maka akan terjadi irisan masalah,” demikian analisisnya.
Dr. H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Ketua Komisi II DPR RI, mengatakan perlu adanya kesadaran bahwa pemilu kali ini berbeda situasinya. “Kita punya 3 jenis pemilu; presiden, legislatif dan kepala daerah yang akan dilaksanakan secara serentak. Itulah kenapa dikomisi II terus membincangkan kesiapan dan tahapannya seperti apa,” jelasnya.
“Kita berharap semua penyelenggara pemilu bisa mempersiapkan diri dengan baik. Hari-hari ini kita dalam proses mencari komisioner baru baik di KPU maupun BAWASLU tingkat pusat,” jelas Doli.
Titi Anggraini, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) mengajukan presentasi perihal karakter pemilu Indonesia. Dalam catatannya, Indonesia menyelenggarakan pemilu serentak dalam satu hari terbesar, paling kompleks, rekapitulasi suara paling lama, batasan sumbangan dana kampanye paling tinggi, memiliki database data pemilih tersentralisasi terbesar serta menyimpan salinan hasil penghitungan dari TPS dalam database tersentralisasi terbesar di dunia.
Karakter pemilu yang akan disenggarakan di Indonesia 2024 ini, bagi Titi, dengan segala kompleksitasnya menimbulkan banyak implikasi di antaranya tumpukan beban kerja penyelenggaraan pemilu dan pemilihan 2024, konsolidasi partai dalam rekrutmen dan pencalonan pemilu/pilkada potensial tidak optimal dan kompleksitas beban penyelenggaraan harus berhadapan dengan risiko gangguan soliditas internal. (eka)
Sumber: https://www.metropolitan.id/2022/01/melihat-kesiapan-pemilu-2024-dari-sisi-penyelenggara-pemilu/