Kategori
Berita Kampus

MIPOL UMJ Menggelar Webinar Meneguhkan Peran dan Fungsi Parpol Sebagai Pilar Demokrasi

Magister Ilmu Politik (MIPOL) FISIP UMJ menggelar webinar yang mengangkat tema Reformasi Partai Politik, Meneguhkan Kembali Perannya sebagai Pilar Demokrasi. Webinar digelar pada Kamis (30/06), dengan menghadirkan akademisi, praktisi dan mahasiswa, yakni, Habib Aboe Bakar Al Habsyi, SE. (Sekjen PKS 2020-2025), Zulfikar Arse Sadikin, S.IP., M.Si. (anggota DPR RI Fraksi Golkar), Chusnul Mar’iyah, Ph.D. (dosen Magister Ilmu Politik UMJ), dan Iqbal Hafsari, S.Pd. (mahasiswa Magister Ilmu Politik UMJ).

Tema tersebut diangkat dengan melihat kondisi politik Indonesia kekinian berkaitan dengan peran dan fungsi partai politik. Menurut Dr. Asep Setiawan, MA., Ketua Prodi Magister Ilmu Politik, peran dan fungsi partai politik yang telah diatur dalam UUD belum berjalan dengan baik. Asep juga menegaskan bahwa partai politik sebagai bagian dari infrastruktur politik bisa melahirkan kader-kader yang tangguh, berwawasan global dan visioner, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat kehadirannya.

Berkaitan dengan peran dan fungsi partai politik, keempat narasumber memberikan pandangannya masing-masing terkait peran partai politik. Habib Aboe Bakar mengawali diskusi dengan mengingatkan kembali alasan dibentuknya partai politik. Sebagai wadah untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang memiliki visi dan misi yang sama agar pikiran dan orientasinya dapat dikonsolidasikan. Menurut Aboe Bakar, partai politik memainkan peran yang sangat penting dalam sistem politik, yakni sebagai penghubung antara pemerintah dengan warga negara.

Aboe Bakar mengkritisi peran parpol yang tidak dapat memainkan peran yang sebenarnya. “Dalam konteks kekinian, peneguhan peran parpol menuju demokrasi menjelang pilpres ini dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah capres yang berkontestasi di 2024,” tegas Aboe Bakar.

Peran parpol yang dinilai belum dimainkan dengan sebenarnya dibenarkan oleh Chusnul Mar’iyah, Ph.D. Dosen Magister Ilmu Politik FISIP UMJ ini memberikan gambaran yang sangat komprehensif terkait dengan kondisi politik kepolitikan kontemporer. Selama menjelaskan bahan diskusi, Chusnul berulang kali memberikan pertanyaan reflektif sekaligus otokritik tentang berbagai hal menyangkut kondisi kepolitikan kontemporer. Lebih spesifik Chusnul mempertanyakan posisi parpol sebagai respon atas pernyataan Aboe Bakar yang menilai bahwa parpol berperan penting sebagai jembatan (channeling) antara rakyat dan pemerintah.

Chusnul memaparkan dengan gamblang kondisi partai politik yang tidak bisa menjadi jembatan untuk menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Menurutnya, Indonesia telah menjual kedaulatannya. Oleh karenanya Chusnul mencoba mengajak untuk merumuskan demokrasi ala Indonesia. “Kita bisa coba merumuskan demokrasi ala Indonesia. Demokrasi bukan ayat Al-Quran yang tidak bisa diubah. Ini bisa jadi ijtihad dalam membangun bagaimana demokrasi ala Indonesia,” ungkap Chusnul.

Chusnul melihat adanya elitis dalam tubuh negara Indonesia melalui parpol-parpol yang berkuasa, “fungsi parpol tidak dijelaskan dengan baik. Rakyat berpikir sendiri dan mengurusi hidupnya sendiri.”
Tidak berjalannya fungsi parpol sebagaimana mestinya dilihat oleh Zulfikar Arse Sadikin sebagai dampak dari beberapa faktor, yakni, modernisasi perpecahan elit, dan intervensi negara. Modernisasi yang dimaksud adalah lahirnya parpol dilandasi adanya keinginan orang yang melahirkannya ingin kehidupan yg lebih baik, ada seperangkat nilai yag ingin diwujudkan melalui partai. Sedangkan perpecahan elit dan intevensi negara adalah faktor yang dinilai Zulfikar sebagai faktor yang menyebabkan hilangnya peran dan fungsi parpol.

Zulfikar menyebut bahwa harus ada upaya untuk mengembalikan peran dan fungsi parpol kembali ke peran dan fungsi yang sebenar-benarnya. “Yang perlu kita lakukan adalah mnegembalikan partai pada aspek modernisasi. Jadi parpol bukan hanya infrastruktur, tapi juga suprastruktur. Di konstitusi kita hampir semuanya melibatkan parpol. Ketika kita kembali pada modernisasi, artinya ada cita-cita yang ingin kita wujudkan melalui parpol itu, ada seperangkat nilai yang mengikat kita, yang mau kita hadirkan” tegas Zulfikar.

Terakhir, Iqbal Hafsari, S.Pd., salah satu mahasiswa Magister Ilmu Politik FISIP UMJ turut menyampaikan terkait dengan problema parpol. Menurutnya, partai politik di era kekinian belum cukup memberikan kepuasan bagi masyarakat. Sisi kepercayaan publik pada parpol juga menjadi catatan penting bahwa parpol belum mengagregasi kepentingan rakyat. Hal tersebut dilihat oleh Iqbal melalui kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh pejabat publik. Iqbal menegaskan bahwa peran dan fungsi parpol baru terlihat sebatas pencalonan legislatif. dan eksekutif.

Melihat pentingnya peran dan fungsi parpol bagi kelangsungan hidup orang banyak, maka perlu ada ikhtiar dan ijtihad untuk meneguhkan kembali fungsi dan perannya. (DN/KSU)

Sumber : https://umj.ac.id/berita-universitas/2022/06/mipol-umj-menggelar-webinar-meneguhkan-peran-dan-fungsi-parpol-sebagai-pilar-demokrasi/

Kategori
Berita Kampus

Diskusi Publik “Peluang dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Apakah E-voting Menjadi Solusi?”

Jihan Septiani (Sekretaris Departemen Kastrat BEM FISIP UMJ)

Cirendeu, 30 Juni 2022, Departemen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP UMJ menyelenggarakan Diskusi Publik secara offline di Auditorium Kasman Singodimedjo, acara ini mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Apakah E-voting Menjadi Solusi?” agenda tersebut menghadirkan empat narasumber yang berkompeten diantaranya: Pakar Data Science sekaligus Dosen Universitas Islam Indonesia Dr. Ing H. Ridho Rahmadi, S.Kom., M.Sc, Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia Asih Karnengsih, M.M., Ketua Asosiasi Indonesia Digital Empowering Communiy (IDIEC) M. Tesar Sandikapura, S.T.,M.T., dan Ketua Program Studi Ilmu Politik Dr. Usni, S.IP, M.Si.

Pada pembukaan kegiatan Ketua Pelaksana Agita Noza Damayanti berharap agenda diskusi ini dapat meningkatkan keilmuan peserta dalam mengetahui metode alternatif dalam pemilu. Kemudian Ketua Umum BEM FISIP UMJ menyebut bahwa adanya kegiatan ini berangkat dari instrumen evaluasi atas momentum Pemilu 2019 yang disebut banyak memakan korban serta pelaksanaan sistem oleh KPU yang dianggap penuh dengan kecurangan atas dasar itu BEM FISIP UMJ mencoba membuka ruang dialektika publik tentang metode e voting berbasis block chain apakah dapat menjawab segala persoalan Pemilu 2019 atau sama saja. Sambutan sekaligus pembukaan dilakukan oleh Wakil Dekan III FISIP UMJ Dr. Harmonis, M.Si. beliau berharap bahwa kegiatan diskusi ini dapat memberikan signifikansi akademis dan praktis kepada para peserta mengingat kegiatan ini disebut sebagai literasi dan transformasi digital bagi masyarakat.

Diskusi Publik ini dihadiri oleh sejumlah kalangan, baik dari mahasiswa maupun masyarakat. Tercatat sejumlah organisasi lintas kampus seperti Universitas Nasional Jakarta, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka serta Universitas Muhammadiyah Tangerang, dan internal UMJ ikut serta dalam agenda Diskusi Publik tersebut. Pembahasan pembuka diawali oleh Ketua Asosiasi blockchain Indonesia Asih Karnengsih, M.M yang membahas mengenai teknologi blockchain, menurutnya teknologi ini adalah teknologi yang dapat menyimpan atau sebagai bank data yang terkoneksi dengan kriptografi yang cara gunanya tidak lepas dari bitcoin dan cryptocurrency. Selain itu blockchain juga tidak tergantung pada pusat data atau centralize jadi pencatatan data dilakukan secara seragam, sekali transaksi dan tidak sebaliknya juga sistem ini untuk kerentanan nya terjamin karena hacker harus mampu menguasai 50%+1 jumlah komputer yang terkoneksi dalam block chain jika ingin meretas.

Senada dengan Asih, Ridho Rahmadi kemudian melengkapi bahwa e voting berbasis blockhain dianggap akan proposorsional digunakan sebab akan bersifat transparan dikarenakan enkripsi atas setiap pergerakan di sistem akan tercatat juga selain itu setiap data yang digunakan bersifat mengikat karenanya tidak ada celah untuk dapat dirubah atau dimanipulasi. Penggunaan metode ini akan menghemat dana pelaksanaan Pemilu selain itu juga akan mencegah terjadinya korban jiwa. Dalam pemilu konvensional rekapitulasi suara memerlukan waktu berminggu-minggu sedangkan block chain memangkas waktu tersebut hanya sekitar satu minggu. Tentunya dengan biaya yang tidak begitu besar seperti pada pemilu konvensional dana tersebut dapat dialokasikan untuk dapat membangun dunia Pendidikan di Indonesia termasuk pembangunan institusi pendidikan seperti Kampus.

Kemudian pembicara ketiga M Tesar menambahkan bahwa block chain ini dapat menjadi alternative dalam melihat fenomena Pemilu di masyarakat Indonesia. Menurutnya perlu kiranya metode blockchain diterapkan pada satu daerah terlebih dahulu agar dijadikan jangkauan nantinya. Industri 4.0 menggaungkan aspek digitalisasi namun justru ketika membicarakan mengenai ide ini justru melempam.  Selain itu beliau menyebut bahwa tantangan penggunaan blockchain yaitu pada sektor infrastukstur dan keahlian teknis masyarakat, tingkat kepercayaan terhadap teknologi yang masih rendah, juga pemilihan yang bergantung kepada intenet dan hardware, dan terkhir literasi digital di Indonesia masih kurang serta harus ada regulasi hubungan antara pemilu dan data elektronik Political Agreement UU ITE, data pribadi, dan Cyber Security. Harapannya Indonesia dapat beralih dan melakukan integrasi dalam pemilihan umum kedepannya.

Kesempatan terakhir diutarakan oleh Dr. usni sebagai perpektif akademis menjelaskan bahwa ide ini merupakan suatu terobosan dan perlu disepakati bersama untuk dapat menyongsong wajah baru bagi pemilu di Indonesia. Namun ada beberapa hal yang perlu disikapi secara serius yaitu terkait kepercayaan publik atas sistem, penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan data yang akan digunakan. Usni juga menambahkan tantangan e voting letaknya ada di masyarakat Indonesia karena secara realitas masyarakat Indonesia tidak siap secara literasi digital kemudian disamping itu aspek yang perlu ditekankan pada aspek kejujuran, adil, dan transparan dengan dilandasi oleh regulasi yang jelas tentunya.

Penggunaan e voting sebagai alternatif dalam pemilu tentu perlu mendapatkan atensi publik untuk di diskusikan, agar bila memang ini adalah gagasan konstruktif alternative dapat menyegarkan pelaksanaan pemilu di Indonesia.