Kategori
Berita Kampus

Diskusi Publik “Peluang dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Apakah E-voting Menjadi Solusi?”

Jihan Septiani (Sekretaris Departemen Kastrat BEM FISIP UMJ)

Cirendeu, 30 Juni 2022, Departemen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP UMJ menyelenggarakan Diskusi Publik secara offline di Auditorium Kasman Singodimedjo, acara ini mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Apakah E-voting Menjadi Solusi?” agenda tersebut menghadirkan empat narasumber yang berkompeten diantaranya: Pakar Data Science sekaligus Dosen Universitas Islam Indonesia Dr. Ing H. Ridho Rahmadi, S.Kom., M.Sc, Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia Asih Karnengsih, M.M., Ketua Asosiasi Indonesia Digital Empowering Communiy (IDIEC) M. Tesar Sandikapura, S.T.,M.T., dan Ketua Program Studi Ilmu Politik Dr. Usni, S.IP, M.Si.

Pada pembukaan kegiatan Ketua Pelaksana Agita Noza Damayanti berharap agenda diskusi ini dapat meningkatkan keilmuan peserta dalam mengetahui metode alternatif dalam pemilu. Kemudian Ketua Umum BEM FISIP UMJ menyebut bahwa adanya kegiatan ini berangkat dari instrumen evaluasi atas momentum Pemilu 2019 yang disebut banyak memakan korban serta pelaksanaan sistem oleh KPU yang dianggap penuh dengan kecurangan atas dasar itu BEM FISIP UMJ mencoba membuka ruang dialektika publik tentang metode e voting berbasis block chain apakah dapat menjawab segala persoalan Pemilu 2019 atau sama saja. Sambutan sekaligus pembukaan dilakukan oleh Wakil Dekan III FISIP UMJ Dr. Harmonis, M.Si. beliau berharap bahwa kegiatan diskusi ini dapat memberikan signifikansi akademis dan praktis kepada para peserta mengingat kegiatan ini disebut sebagai literasi dan transformasi digital bagi masyarakat.

Diskusi Publik ini dihadiri oleh sejumlah kalangan, baik dari mahasiswa maupun masyarakat. Tercatat sejumlah organisasi lintas kampus seperti Universitas Nasional Jakarta, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka serta Universitas Muhammadiyah Tangerang, dan internal UMJ ikut serta dalam agenda Diskusi Publik tersebut. Pembahasan pembuka diawali oleh Ketua Asosiasi blockchain Indonesia Asih Karnengsih, M.M yang membahas mengenai teknologi blockchain, menurutnya teknologi ini adalah teknologi yang dapat menyimpan atau sebagai bank data yang terkoneksi dengan kriptografi yang cara gunanya tidak lepas dari bitcoin dan cryptocurrency. Selain itu blockchain juga tidak tergantung pada pusat data atau centralize jadi pencatatan data dilakukan secara seragam, sekali transaksi dan tidak sebaliknya juga sistem ini untuk kerentanan nya terjamin karena hacker harus mampu menguasai 50%+1 jumlah komputer yang terkoneksi dalam block chain jika ingin meretas.

Senada dengan Asih, Ridho Rahmadi kemudian melengkapi bahwa e voting berbasis blockhain dianggap akan proposorsional digunakan sebab akan bersifat transparan dikarenakan enkripsi atas setiap pergerakan di sistem akan tercatat juga selain itu setiap data yang digunakan bersifat mengikat karenanya tidak ada celah untuk dapat dirubah atau dimanipulasi. Penggunaan metode ini akan menghemat dana pelaksanaan Pemilu selain itu juga akan mencegah terjadinya korban jiwa. Dalam pemilu konvensional rekapitulasi suara memerlukan waktu berminggu-minggu sedangkan block chain memangkas waktu tersebut hanya sekitar satu minggu. Tentunya dengan biaya yang tidak begitu besar seperti pada pemilu konvensional dana tersebut dapat dialokasikan untuk dapat membangun dunia Pendidikan di Indonesia termasuk pembangunan institusi pendidikan seperti Kampus.

Kemudian pembicara ketiga M Tesar menambahkan bahwa block chain ini dapat menjadi alternative dalam melihat fenomena Pemilu di masyarakat Indonesia. Menurutnya perlu kiranya metode blockchain diterapkan pada satu daerah terlebih dahulu agar dijadikan jangkauan nantinya. Industri 4.0 menggaungkan aspek digitalisasi namun justru ketika membicarakan mengenai ide ini justru melempam.  Selain itu beliau menyebut bahwa tantangan penggunaan blockchain yaitu pada sektor infrastukstur dan keahlian teknis masyarakat, tingkat kepercayaan terhadap teknologi yang masih rendah, juga pemilihan yang bergantung kepada intenet dan hardware, dan terkhir literasi digital di Indonesia masih kurang serta harus ada regulasi hubungan antara pemilu dan data elektronik Political Agreement UU ITE, data pribadi, dan Cyber Security. Harapannya Indonesia dapat beralih dan melakukan integrasi dalam pemilihan umum kedepannya.

Kesempatan terakhir diutarakan oleh Dr. usni sebagai perpektif akademis menjelaskan bahwa ide ini merupakan suatu terobosan dan perlu disepakati bersama untuk dapat menyongsong wajah baru bagi pemilu di Indonesia. Namun ada beberapa hal yang perlu disikapi secara serius yaitu terkait kepercayaan publik atas sistem, penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan data yang akan digunakan. Usni juga menambahkan tantangan e voting letaknya ada di masyarakat Indonesia karena secara realitas masyarakat Indonesia tidak siap secara literasi digital kemudian disamping itu aspek yang perlu ditekankan pada aspek kejujuran, adil, dan transparan dengan dilandasi oleh regulasi yang jelas tentunya.

Penggunaan e voting sebagai alternatif dalam pemilu tentu perlu mendapatkan atensi publik untuk di diskusikan, agar bila memang ini adalah gagasan konstruktif alternative dapat menyegarkan pelaksanaan pemilu di Indonesia.